Oleh Asteria Elanda
Perselisihan dengan pasangan itu biasa, tapi jangan sampai Anda ucapkan ini:
>> “Saya tidak tahan lagi!”
Kalimat ini ‘mematikan’ komunikasi. Pasangan Anda jadi tak tahu harus mengatakan apa. Sebutkan yang lebih spesifik, Anda ingin ia melakukan apa untuk membuat Anda lebih baik.
>> “Memang benar kata ibu saya tentang kamu.”
Kalimat ini menjadi bumerang, “Lalu mengapa kamu mau hidup dengan saya?”
>> “Kenapa belakangan ini teman kamu sering datang?”
Kalimat ini menyerang, dan membuat pasangan akan melakukan hal yang sama pada teman-teman Anda. Tahan perasaan Anda soal itu.
>> “Kita butuh rumah yang lebih besar.”
Selain menyinggung harga dirinya, keputusan ini mestinya diambil berdua.
>> “Rasanya saya mengerjakan seluruh pekerjaan di rumah ini.”
Rasa kesal Anda tak bisa dilampiaskan dengan kalimat ini karena akan membuat suasana panas. Pilih kalimat yang memberi jalan keluar.
>> “Sudah, saya kerjakan sendiri saja.”
Anda memang jagonya menyelesaikan segala sesuatu. Dengan mengatakan hal itu, Anda ‘mengecilkan’ perannya. Tetap beri peran pada pasangan untuk membantu Anda.
>> “Nah, apa saya bilang?”
Jika kalimat ini menjadi kalimat ‘andalan’ Anda, pasangan akan merasa kesal, marah, dan ‘dipermalukan’ (meski apa yang Anda katakan benar).
>> “Masakan ibu saya lebih enak daripada masakan ibu kamu, ya.”
Meski dalam gaya bercanda, kalimat itu akan menyakitkan hati pasangan. Semua kalimat yang berhubungan dengan ibunya, sebaiknya Anda pikirkan dengan baik sebelum terucap.
Ingin menjadi ibu yang dicintai? Hindari ucapan ini:
>> “Diam dulu, ibu sedang sibuk.”
Sesibuk apa pun Anda, arahkan mata Anda untuk menatap mata anak saat dia bercerita. Lalu katakan: “Nak, kita akan cerita lebih asyik, kalau ibu bisa selesaikan email ini dulu, ya.”
>> “Tidak usah banyak tanya, pokoknya kerjakan saja.”
Anak akan merasa dirinya tidak penting. Sebaliknya katakan: “Ini alasannya mengapa kakak harus berusaha...”
>> “Kok, teman kakak itu, bisa jadi juara pidato bahasa Inggris ya, kok kakak nggak bisa?”
Membandingkan itu selalu menyakitkan hati. Apalagi dengan temannya. Tapi ini justru kalimat yang paling sulit dihindari orangtua. Gantikan dengan: “Teman kakak itu les di mana?” Atau “Latihannya sekeras apa ya?”
>> “Kalau ditegur guru lagi karena ngobrol terus di kelas, jangan pernah minta mainan lagi.”
Ancaman selalu menekan anak. Hindari semampu Anda. Biasanya Anda sulit menepati janji itu. Rasa kesal Anda akan segera hilang, dan membelikan mainan lagi. Hal itu akan menunjukkan tidak konsisten. Sementara kata-kata Anda telah melukai anak. Coba saja kalimat ini; “Nah, adik sudah ketiga kali melanggar janji. Ibu beri kesempatan lagi, ya?”
>> “Haduh, stres deh, ibu, lihat nilai matematika kamu.”
Kalimat ini menunjukkan keputusasaan. Kalau Anda saja stres, apalagi si kecil. Padahal dia sedang dalam kondisi sulit. Gantikan dengan kalimat ini: “Pelajaran sedang sulit, ya? Mau les tambahan matematika?”
>> “Haduh kakak, kok, tidak bisa bangun pagi? Seperti ayah saja.”
Anda memberi kritik (sikap negatif), sambil mengatakan keburukan ayahnya. Hal itu akan menyakitkan hati anak-anak.
>> “Kalau tidak mau minum susu, monster akan menjemput adik.”
Hindari ancaman yang berhubungan dengan makanan. Sebaliknya beri daya tarik pada makanan atau minuman yang kurang dia sukai.
>> “Kalau kamu tidak nurut, ayah akan pulang memberi hukuman.”
Kalau Anda akan melakukan sesuatu pada anak, lakukan saja tak perlu libatkan suami dalam situasi yang tidak nyaman itu.
Upayakan menjalin hubungan manis dengan mertua. Hindari kalimat ini:
>> “Suami saya itu memang lemah sekali soal disiplin, bu.”
Meski nada yang Anda pakai bercanda, kalimat itu tetap menyakitkan. Bahkan sulit dimaafkan.
>> “Sikap itu akan memanjakan cucu Ibu (anak Anda).”
Tak perlu khawatir. Setiap anak tahu, neneknya adalah tempat bermanja, tetapi ia mengerti dan tidak akan melanggar peraturan yang Anda tetapkan.
>> “Sahabat saya dekat sekali dengan mertuanya.”
Kalimat ini benar-benar menyakiti mertua, menggambarkan Anda tidak merasakan kondisi yang sama.
>> “Oh, keluarga saya punya tradisi yang berbeda, bu.”
Tak perlu berkata-kata yang menunjukkan Anda berasal dari keluarga yang lebih baik.
>> “Saya seperti menemukan sosok seorang ibu.”
Kata-kata ini berlebihan, kelihatan palsu hanya untuk mengambil hatinya. Sosok ibu tak mungkin tergantikan.
>> “Kami sedang ingin berdua saja.”
Jika Anda dan suami benar-benar membutuhkan saat berdua, biarkan suami yang mengatakannya dengan bahasa yang lebih halus dan santai.
>> “Ibu saya memasak makanan itu dengan cara yang lebih praktis (ketika mertua memasak sesuatu).”
Itu berarti mengkritik mertua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar